Tokoh/aktivis yang satu ini emang punya kepribadian yang menarik.Soe Hok Gie,dia adalah seorang mahasiswa Fakultas Sastra Universita Indonesi jurusan sejarah 1962-1969.Berpendirian teguh,demokratis dan pemberani adalah ciri seorang aktivis kampus yang ulet.Dan itulah yang telah tertanam pada diri seorang Gie.Kisah hidupnya sangat komplek,menarik,penuh dengan tantangan dan pemberontakan.Dia mengisahkan semua perjalanannya di dalam buku harian yang ditulisnya setiap hari.Yang akhirnya dibukukan dengan judul "Catatan Seorang Demonstran".
(lahir di Djakarta, 17 Desember 1942 – meninggal di Gunung Semeru, 16 Desenber 1969 pada umur 26 tahun)
Sebuah Tanya
“akhirnya semua akan tiba
pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui
apakah kau masih berbicara selembut dahulu?
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku”
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, lembah mendala wangi
kau dan aku tegak berdiri, melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
“apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika ku dekap kau, dekaplah lebih mesra, lebih dekat”
(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. kau dan aku berbicara. tanpa kata, tanpa suara ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
“apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu. kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta?”
(haripun menjadi malam, kulihat semuanya menjadi muram. wajah2 yang tidak kita kenal berbicara dalam bahasa yang tidak kita mengerti. seperti kabut pagi itu)
“manisku, aku akan jalan terus
membawa kenangan-kenangan dan harapan-harapan
bersama hidup yang begitu biru”
( 1 April 1969)
MANDALAWANGI PANGRANGO
Sendja ini, ketika matahari turun kedalam djurang2mu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu.
Walaupun setiap orang berbitjara tentang manfaat dan guna
Aku bitjara padamu tentang tjinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku.
Aku tjinta padamu, Pangrango jang dingin dan sepi
Sungaimu adalah njanjian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Tjintamu dan tjintaku adalah kebisuan semesta.
Malam itu ketika dingin dan kebisuan menjelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bitjara padaku tentang kehampaan semua.
“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi jang tanda tanja
“Tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
“Terimalah dan hadapilah.”
Dan antara ransel2 kosong dan api unggun jang membara
Aku terima itu semua
Melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 djurangmu.
Aku tjinta padamu Pangrango
Karena aku tjinta pada keberanian hidup
(Djakarta, 19-7-1966)
Pesan
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran
Aku mengenali mereka
yang tanpa tentara
mau berperang melawan diktator
dan yang tanpa uang
mau memberantas korupsi
Kawan-kawan
Kuberikan padamu cintaku
Dan maukah kau berjabat tangan
Selalu dalam hidup ini?
(Sinar Harapan 18 Agustus 1973)
Masyarakat Borjuis
ditulis saat Soe Hok Gie berumur 18 thn.
Ada suatu yang patut ditangisi
Aku kira kau pun tahu
Masyarakatmu, masyarakat borjuis
Tiada kebenaran disana
Dan kalian selalu menghindarinya
Aku selalu serukan (dalam hati tentu)
”Wahai, kaum proletar sedunia”
Berdoalah untuk masyarakat borjuis.
Ada golongan yang tercampak dari kebenaran
Dan berdiri atas nilai kepalsuan
Aku kira, tiada bahagia disana
Sebab tiada kasih, kebenaran dan keindahan
Dalam kepalsuan
Aku akan selalu berdoa baginya
(aku sendiri tak percaya pada doa, maaf)
Aku kira anda tiada kenal kasih
(Nafsu tentu ada)
Apakah bernilai dengan uang
Dan padamu, kawan
Semua adalah uang, perhitungan saldo
Tiada yang indah dalam kepalsuan
(Engkau tentu yakin?)
Di sinilah a moral ditutup oleh a moral
Di sinilah tabir-tabir yang terlihat
Dan seringkali aku bersepeda sore-sore
Bertemu dengan gadismu (borjuis pula)
Aku begitu sedih dan kasih
Aku begitu sedih dan kasih
Ya, Tuhan (aku tak percaya Tuhan)
Berilah mereka kebenaran
Aku tahu
Gadis cantik di mobil, bergaun abu-abu
Tapi bagiku tiada apa.
Pusisi Terakhir Soe Hok Gie
Aada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di wiraza,
Ttapi aku ingin menghabiskan waktu ku disisi mu sayang
ku….
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala
wangi
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisi mu manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu
Mari sini sayangngku
Kalian yang pernah mesra Yang pernah baik dan simpati
padaku
Tegaklah ke langit luas Atau awan yang menang
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa
Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahir
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua
Berbahagialah mereka yang mati muda
Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu
(Cukilan penting puisi Soe Hok Gie, dari harian Sinar Harapan
18 Agustus 1973)
QUOTE
“Nobody can see the trouble I see, nobody knows my sorrow.”
― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran
― Soe Hok Gie, Catatan Seorang Demonstran
“Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik
adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial
adalah umur tua
(Catatan Seorang Demonstran, h. 96)”
― Soe Hok Gie
(Catatan Seorang Demonstran, h. 96)”
― Soe Hok Gie
“Tapi sekarang aku berpikir sampai di mana seseorang masih
tetap wajar, walau ia sendiri tidak mendapatkan apa-apa. seseorang mau
berkorban buat sesuatu, katakanlah, ide-ide, agama, politik atau pacarnya. Tapi
dapatkah ia berkorban buat tidak apa-apa
(Catatan Seorang Demonstran, h. 101)”
― Soe Hok Gie
(Catatan Seorang Demonstran, h. 101)”
― Soe Hok Gie
“Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri
untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi
(Catatan Seorang Demonstran, h. 93)”
― Soe Hok Gie
(Catatan Seorang Demonstran, h. 93)”
― Soe Hok Gie
“Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan”
― Soe Hok Gie
― Soe Hok Gie
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan
bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme
tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat
mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah
air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya
dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula
pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.”
― Soe Hok Gie, Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran
― Soe Hok Gie, Soe Hok Gie: Catatan Seorang Demonstran
“Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x
3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.”
― Soe Hok Gie
― Soe Hok Gie
“Saya mimpi tentang sebuah dunia dimana ulama, buruh, dan pemuda
bangkit dan berkata, “stop semua kemunafikan ! Stop semua pembunuhan atas nama
apapun.. dan para politisi di PBB, sibuk mengatur pengangkatan gandum, susu,
dan beras buat anak-anak yang lapar di 3 benua, dan lupa akan diplomasi.
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun..dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.”
― Soe Hok Gie
Tak ada lagi rasa benci pada siapapun, agama apapun, ras apapun, dan bangsa apapun..dan melupakan perang dan kebencian, dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.”
― Soe Hok Gie
“Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan
adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang
biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai
seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari
eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan
sebagai seorang manusia. ”
― Soe Hok Gie
― Soe Hok Gie